SantriNews. (29/1/2018)
![]() |
Terminal Menuju Kampung halaman Imam Ghazali |
Di dunia Islam, baik timur maupun barat, siapa yang tak kenal
dengan dengan Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad ath Thusi
(1111 M). Ia dikenal dengan nama Imam Ghazali. Seorang ulama yang
berhasil menggagas kaidah-kaidah tasawuf yang terkumpul dalam karya yang
terkenal Ihya Ulumuddin (The Revival of Religion Sciences). Karya magnum opus yang hingga saat ini menjadi sumber referensi akademis baik di dunia Timur maupun dunia Barat.
Karya-karya yang dikenal hujjatul Islam itu
masih bisa kita nikmati hingga saat ini, tapi sangat disayangkan,
tempat jasadnya dikebumikan, tak layak disebut makam ulama. Makamnya di
Thus, Khurasan, Iran, yang konon sejak 7 tahun lalu ditemukan, hanya
dipagari dengan kawat dan beratapkan bahan seadanya, serta di
sekelilingnya terlihat rumput-rumput liar.
Jika
itu benar, saya berharap kepada semua pecinta Imam Ghazali, mari
bergerak mendermakan hartanya. Jika sudah terkumpul, mari kita meminta
ahli arsitek khusus dari Indonesia untuk terbang ke Thus atau Khurasan
dengan membawa rombongan para pekerjanya, tentunya dengan perizinan
pemerintah di sana, untuk merehab atau pembangunannya.
![]() |
Suasana Jalan menuju kampung halaman Imam Ghazali |
Jika
hal itu dapat direalisasikan, insyaallah, makam beliau akan semakin
hidup dan bisa jadi tujuan destinasi ziarah wali bagi Muslimin pecinta
Imam Ghazali dari seluruh dunia.
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati;
bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki”.
Ayat
tersebut mengatakan, para wali dan syuhada atau mujahid yang berjuang
di jalan Allah tidaklah wafat, bahkan mereka hidup disisi Allah SWT.
![]() |
Bis Tranfortasi menuju Kampung halaman Imam Ghazali |
Kita
bisa mencontoh dengan yang sudah dilakukan Muslimin terhadap makam para
dzuriyat Rasul, seperti Sayidina Ali (661 M) dan Sayidina Husein (680
M) di Irak serta Sayidina Ali Arridha (819 M) yang tidak jauh dari makam
Imam Ghazali. Begitupun dengan makam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i
(820 M) yang berada di Mesir. Di makam-makam terlihat hidup dan memberi
banyak manfaat bagi para pecintanya, dimana di sana dibangun perpustaan
yang merangsang terjadinya halaqoh-halaqoh majelis ilmu.
![]() |
Stasiun kota Masyhad 3 jam menuju kampung Imam Ghazali |
![]() |
Stasiun Kota Masyhad |
Di
lain sisi kita patut bersedih terhadap kondisi makam para istri
Rasulullah SAW, putra, putri dan cucunya serta para sahabat dan aulia
yang berada di Jannatul Baqi' Madinah Al Munawarah. Pada tahun 1925 M,
makam mereka dahulu diratakan pemerintah Saudi atas dukungan Wahabiyin
antiziarah.
Mari kita bergerak, jangan kita
pandai membangun yayasan dan rumah kita saja, lalu kita melupakan diri
untuk merawat makam orang yang kita cintai.
Jika
bukan kita siapa lagi yang dapat merealisasikan gerakan pembangunan
ini? Jika bukan kita, maka siapa lagi yang dapat mencerdaskan umat agar
semangat dalam menjaga atsar ulama dan aulia. Jika bukan kita maka siapa
lagi yang dapat menjaga sejarah mereka? Sudikah kita memiliki generasi
yang tak mengenal sejarah hanya karena hilangnya atsar tersebut?
![]() |
Hamparan padang pasir gunung bebatuan di pagi hari |
![]() |
Stasiun Subuh menuju kota Masyhad |
Kang Hakim
Sekretaris LTN PCNU Kab Bogor
Komentar
Posting Komentar