SantriNews. (29/1/2018)
Kisah perjalanan ke negeri seribu satu malam, memasuki kota
Baghdad, ibu kota Irak, tidaklah semudah seperti memasuki negara
tetangga kita, Singapura atau Malaysia, cukup ketat. Sabtu (12/11) siang
waktu setempat saya bersama empat teman lain menuju kota Baghdad dengan
menggunakan kendaraan elf. Kami menempuh perjalanan sekitar 5 jam dari
kota Najaf. Banyak tentara Irak di setiap 1 kilometer jalan, berjaga dan
mendirikan pos pemeriksaan lengkap dengan kendaraan militer tank dan
mobil.
![]() |
Kang Hakim Hasan, Santri Peziarah Auliya Dunia saat berada di Irak |
Setiap mobil yang akan memasuki kota
Baghdad selalu berhenti untuk dilakukan pemeriksaan. Semua bawaan isi
mobil dan penumpang diperiksa lengkap. Saat salah satu tentara memeriksa
mobil yang kami tumpangi terlihat wajah yang tidak begitu ramah.
Setelah saya menyapa dengan salam dijawab dan sesekali tentara menoleh
ke peci hitam yang saya pakai. Ya, itu peci nasional khas Indonesia dan
membuat para tentara hormat dan tersenyum ke rombongan mobil yang
membawa kami. "Andunizi?" (Indonesia: maksud ucapannya). “Na'am, ana min Indonesia (saya dari Indonesia).”
![]() |
Kang Hakim berada di Makam Imam Abu Hanifa, Baghdad Irak |
Beberapa
pos militer sudah kami lewati, tibalah di kota Baghdad kota yang banyak
kisah sejarah yang sudah ribuan tahun penuh dengan peradaban yang maju,
kota ini pula yang pernah melahirkan banyak ulama-ulama berpengaruh di
dunia, bahkan KH Abdurrahman Ad Dakhil—biasa dipanggil Gus Dur—pernah
dua tahun belajar di kota ini. Ada riwayat beliau tidak masuk kelas tapi
lebih sering duduk di perpustakaan Universitas Baghdad yang penuh
dengan berjuta referensi kitab-kitab peradaban Islam.
![]() |
Suasana kota Baghdad tampak di siang hari |
Rombongan
kami sampai di satu tempat yang bernama Kadzhimain di mana terdapat
bangunan masjid yang cukup megah dengan menara menjulang tinggi dan
arsitektur terlihat cukup kuno dan banyak misteri. Ternyata di dalam
masjid ini terdapat pusaran seorang ulama besar Ahlussunah yang cukup
berpengaruh,
![]() |
Baghdad Kota Seribu satu malam, menara Masjid menjulang tinggi |
Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin
Mahan at-Taymi (Arab: ﺍﻟﻨﻌﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ ), lebih dikenal dengan nama Abu
Hanifah, lahir di Kufah , Irak pada 80 H/699 M—meninggal di Baghdad,
Irak, pada 148 H/767 M). Ia merupakan pendiri dari madzhab yurisprudensi
Islam Hanafi.
![]() |
Keamanan Polisi kota Baghdad saat memeriksa kendaraan |
Abu
Hanifah juga merupakan seorang Tabi'in , generasi setelah Sahabat nabi,
karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat bernama Anas bin
Malik , dan meriwayatkan hadis darinya serta sahabat lainnya.
![]() |
Terminal Baghdad |
Imam
Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqih
berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (thaharah),
shalat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama
sesudahnya seperti Malik bin Anas , Imam Syafi'i , Abu Dawud, dan Imam
Bukhari .
Makam beliau sangat ramai diziarahi
banyak orang. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia termasuk
Indonesia, dan salah satu peziarah ketika melihat peci yang saya kenakan
langsung menyapa salam dan menyebut nama Soekarno beberapa kali sambil
mengacungkan jempol ke hadapan saya. Sungguh lega hati ini banyak orang
yang mengenal Indonesia dan Soekarno, banyak yang mendapat inspirasi
dari beliau, Nusantara adalah negeri para wali.
#Gusdurian
#makamabuhanifah
#baghdad
#santrinusantara
#peaceleaderindonesia
#peaceleaderbogor
#santrinusantara
#peziarahauliyadunia
(Abdul Hakim, Gusdurian-Sekretaris LTN PCNU Kab Bogor)
Komentar
Posting Komentar