penyiar Agama Islam ke wilayah Citayam-Bojonggede; Tubagus Guru Mahmud, Ulama Kharismatik

SantriNews.( 5/2/2018),

Tubagus Guru Mahmud bin Guru Naimin



Agama Islam berkembang di Citayam-Bojonggede dan sekitarnya melalui ulama-ulama sufi. Para ulama di daerah ini ada yang belajar di Pantai Barat dan Pantai Timur, kemudian mereka mengembangkan agama islam di Citayam-Bojonggede sekitar.


Seorang ulama besar penyebar agama Islam di Citayam-Bojonggede, adalah Syekh Tubagus guru Mahmud bin Guru Na’imin yang bersilsilah sampai ke Pangeran Djayakarta dan Maulana Hasanuddin bermuara ke Sunan Gunung Djati Maulana Malik Ibrahim, yang merupakan salah satu Walisongo. beliau wafat tahun 1974 atau kurang lebih 44 tahun lalu. Yang Makamnya terletak tak jauh dari Masjid Darul Mu’minin Citayam. 



Salah satu hal yang menarik pada pengembangan Islam di Citayam-Bojonggede ialah apa yang dilakukan oleh para ulama sufi yang terdiri dari Ulama dan Habaib yang menyebarkan Islam yang Ramah, Rahmatan lil Alamiin.


Literatur sejarah melaporkan, bahwa Tubagus Guru Mahmud adalah seorang ulama Kharismatik. Mereka menjulukinya sebagai Tubagus, artinya bagus atau baik (Akhlak perilaku dan cara pergaulanya di Masyarakat). Ketika masih belia, Guru Mahmud belajar langsung Agama Islam dan literatur Ilmu ke-Islaman lainya langsung dengan Ayahnya, Tubagus Guru Na’imin. 


Guru Mahmud kemudian menyebarkan agama Islam bukan saja didaerah Citayam, tetapi juga kawasan yang lebih luas lagi. Djayakarta dan Banten ini merupakan pintu masuk agama Islam mulai dari pelajaran membaca kitab suci Al-Quran sampai pada hukum dan sufisme.
KH Tubagus Mansuri Putra Tubagus Guru Mahmud dan Jamaah


Guru Mahmud memilih tempat untuk membangun kediamannya di kawasan pedalaman tepat di pinggir sungai Pesanggrahan, berdiri sebuah bangunan Surau tempat beliau mengajarkan Ilmu agama, terutama yang menjadi dasar di ajarkan ialah pelajaran baca tulis Al-Quran.



Guru Mahmud membuat sebuah Surau yang multi fungsi untuk tempat belajar sekaligus Musholla dan terkadang dijadikan tempat menginap bagi santri-santri yang berasal dari daerah. Yang sampai saat ini peninggalan tersebut masih bisa kita lihat di pinggiran sungan Pesanggrahan.



Karomah ke-Walian beliau terbukti setelah meninggal, ada cahaya yang menerangi Makam peristirahatan terakhir beliau yang di saksikan oleh orang-orang yang kebetulan lewat tanah makam pada malam hari pertama beliau di kebumikan.



Guru Mahmud adalah perintis pembangunan masjid pertama di Bojonggede yang sekarang lingkupnya menjadi Kecamatan, tepatnya di desa Kampung sawah Pabuaran, berdiri masjid yang kokoh dan baru beberapa tahun ini terjadi perombakan renovasi selurunya dan terliha megah.



Bukan hanya itu, di Kampung Citayam juga berdiri Masjid yang saat ini menjadi Central para penuntut ilmu, di beri nama Masjid An-Naja (lebih masyhur masyarakat saat ini menyebutnya dengan Masjid Sendok) karena ada ciri khasnya berupa lengkungan mirip sendok di depan kanopi bangunan depan Masjid.


Semenjak tahun 1960 Citayam-Bojonggede menjadi muara datangnya para Habaib waliyullah yang Masyhur zaman itu, seperti Habib Ali bin Abdurrahman Kwitang, Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, pernah berdakwah menginjakkan kakinya di tanah Citayam-Bojonggede berkat Washilah Guru Mahmud, begitu pula Habib Hamid bin Alwi bin Hud Alattas, Habib Hasyim Alattas kramat Empang Bogor, Habib Ali Al Bahar, Habib Hamzah dan para Habaib masyhur lain yang pernah berdakwah tahun 1970-an berkat washilah adanyan Guru Mahmud.

Oleh: Abdul Hakim Hasan
Sekretaris Lembaga Ta'lif wan Nayr 
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kabupaten Bogor
Pengurus Harian Majlis Al-Ittihad Islami Citayam-Bogor
Koordinator Peace Leader Indonesia



Komentar

Posting Komentar